background

Artikel

Tidak Mengapa Kerja Di Bank, Kan Tinggal Banyakin Sedekah!

Yudha Adhyaksa

04 Nov 2024

Cover

Suatu sore yang indah di Jakarta.

Kota yang pada waktu itu sedang membangun MRT.

Bisa dibayangkan riuhnya suasana saat itu.

Dengan jalan yang menyempit, semakin meningkatkan adrenalin para pegawai yang tidak ingin terlambat sampai kantor.

Klakson kendaraan berbunyi hampir tak putus-putus membuat hawa yang sudah panas bertambah panas oleh naiknya emosi.

Lain diluar lain di dalam.

Di sebuah kantor Bank bilangan jalan Jendral Sudirman, tepatnya di bagian operasional, seorang pegawai yang memiliki posisi tinggi dipanggil dari meja kerjanya untuk menghadap atasannya yaitu Direktur.

Sudah sejak lama pegawai ini hormat padanya.

Dia kagum atas etos kerja keras sang Direktu yang meraih posisinya di usia tergolong muda. 

Lalu, terjadilah dialog awal antara P (pegawai) dan D (Direktur) seperti ini:

D  : “Hai Bapak Pegawai. Saya lihat kamu sudah masuk ‘golongan’ itu ya? ‘Golongan’ yang menganggap asuransi haram. Betul bukan?” ucap sang Direktur dengan tegas.

P  :   “Iya betul pak. Asuransi di haramkan karena beberapa alasan,“ Dia menanggapi.

D :  “Terserah kalau kamu berpikiran seperti itu. Tapi, soal bekerja di Bank, menurut saya  ada solusi supaya tidak riba.”

P  :  “Apa itu pak?’ Tanyanya heran. Pikirnya ia sudah yang paling mengerti tentang dunia per-riba-an sehingga ia berani memutuskan resign karena memang tidak ada jalan keluar. Tapi sang Direktur beranggapan masih ada solusi? Ia tertarik dan mencodongkan badan ke arahnya siap mendengarkan lebih lanjut. 

D : “Ya, menurut saya riba itu bisa dikompensasikan. Misalnya dengan sedekah lebih besar!” Seru sang Direktur dengan mata menyala, menyiratkan sinar kemenangan. Ini lah dalilnya. Dalil menurut versinya untuk mengubah pendirian orang yang ingin keluar dari Bank karena riba.

Sang pegawai terhenyak.

Ia tidak percaya.

Jadi ini solusi yang diyakini Direkturnya?

Berarti sama saja dengan mengatakan bahwa hewan yang najis seperti babi, dagingnya bisa dimakan asal sedekahnya diperbesar??

Ini pemikiran orang yang dikaguminya selama ini?

Kecewa besar…seketika runtuh citra sang Direktur ini. Ternyata pendidikan tinggi sang Direktur, pengetahuannya yang luas, mampu berbicara 2 bahasa asing tidak mampu memahami esensi riba.

Riba dianggapnya hal sepele, tidak ada artinya karena ada cara mengakalinya.

Itu dalil yang tidak ada dasarnya secara syariah karena standarnya bukan pada firman Allah dan hadist Nabi.

Padahal sebagai seorang muslim kita hanya boleh mengambil aturan dari Al-Qur’an dan Hadist saja.

Kalau membuat dalil sendiri menggunakan logika, ini jelas salah!

Logika cenderung menuruti hawa nafsu saja.

Jangan sampai hawa nafsunya menginginkan sesuatu yang salah, lalu membuat dalil pembenaran sendiri tanpa ilmu.

Pemikiran seperti ini bahaya sekali apalagi kalau termakan anggapan orang lain yang membenarkan dan kemudian mempraktekkannya.

Kenapa? Karena akan menjadi dosa jariyah.

Dosa jariyah adalah dosa yang terus mengalir, sekalipun orang pembuat dosa yang pertama kali telah meninggal karena terus dipraktekkan orang sesudahnya.

Berhati – hatilah dalam membuat statement terlebih lagi dalam urusan agama. Allah berfirman dalam surat Yasin,

“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuz).” (QS. Yasin: 12)

Hanya Sedekah Halal Yang Diterima

Sedekah haruslah dari harta halal.

Orang yang bersedekah dengan harta halal, maka Allah akan melipatgandakan harta tersebut hingga berlipat-lipat selayaknya gunung.

Hadist yang menegaskan sedekah yang diterima hanya dari yang halal adalah :

Tidaklah seseorang bersedekah dengan sebutir kurma dari hasil kerjanya yang halal melainkan Allah akan mengambil sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya lalu Dia membesarkannya sebagaimana ia membesarkan anak kuda atau anak unta betinanya hingga sampai semisal gunung atau lebih besar dari itu” (HR. Bukhari no. 1410 dan Muslim no. 1014)

Lalu, apakah sedekah dengan harta riba bisa disebut dengan “sedekah”?

Jelas tidak bisa!

Uang ‘sedekah’ itu sesungguhnya bukan miliknya jadi ia tidak bisa menggunakannya.

Jika ia mengeluarkan uang dari harta haram untuk kepentingan umum, tujuannya untuk mencuci harta dari harta haram.

Para ulama mengatakan bersedekah dengan uang haram ibarat mencuci baju dengan air kencing, tidak akan bersih.

Kalau tidak bersih, jelas tidak diterima Allah.

Nabi bersabda:

“Allah tidak akan menerima sholat tanpa berwudhu bersuci sebagaimana Allah tidak menerima sedekah dari yang haram.” (HR. Muslim)

Oleh karena itu, sebagai kepala keluarga berusahalah sekuat tenaga mencari dan mendapatkan pekerjaan halal.

Karena pekerjaan halal akan melahirkan harta halal dimana sedekahnya diterima Allah. InsyaAllah.

Mulai sekarang yuk mendalami seluk beluk riba agar persepsinya benar

 

Belajar juga

Artikel

Baca Artikel Lainnya

Thumbnail
Kalau Resign, Anak Istri Dikasih Makan Dari Mana?

“Ustadz, saya tahu penghasilan saya riba. Tapi berat bagi saya buat hijrah. Anak saya butuh uang kuliah. Setiap bulan keluarga butuh uang. Kalau saya resign, hilang rezeki, bagaimana saya kasih...

Yudha Adhyaksa

03 Nov 2024

Thumbnail
Miliki 4 Sifat Utama Pengusaha Muslim

Semua hal besar bisa terwujud setelah Anda memiliki karakter pengusaha Muslim sejati. Dan tentunya, contoh karakter  terbaik  sepanjang  masa  adalah  teladan kita Ras...

Yudha Adhyaksa

03 Nov 2024

Thumbnail
Pakai Uang Pesangon Sesuai Syarat

Sudah umum diketahui seorang pegawai akan mendapatkan pesangon setelah resign dari perusahaannya. Uang pesangon adalah uang yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pegawai sehubungan denga...

Yudha Adhyaksa

03 Nov 2024

Daftar Sekarang

Ilmu Pengusaha Syariah

Terlengkap

Dapatkan semua Kelas baru gratis
dengan berlangganan

Langganan Sekarang Image