Artikel
Yudha Adhyaksa
23 Nov 2024
Mari kita lihat lebih detail berbagai jenis riba pada utang.
Segala tambahan uang apapun sebelum jatuh tempo adalah RIBA QARDH. Istilah ‘tambahan’ mungkin kurang familiar di telinga masyarakat, mereka lebih kenal dengan sebutan ‘bunga’.
Contoh:
Hal yang sama juga terjadi pada transaksi lainnya. Semua tambahan baik disebut dengan istilah bunga, penalti dan lainnya selama diterima sebelum utang lunas adalah riba Qardh.
Aturan 1: Tidak boleh ada tambahan apapun terhadap utang sebelum lunas.
Segala tambahan uang apapun karena menunda jatuh tempo utang menjadi RIBA NASIAH. Masyarakat lebih mengenal tambahan tersebut dengan istilah ‘denda’.
Contoh:
Termasuk riba Nasiah adalah semua denda yang berlaku pada Jasa Gesek Tunai, pinjaman berjaminan BPKB Kendaraan dan SK Pengangkatan Pegawai dan Kredit Mobil Leasing.
Aturan 2: Tidak boleh ada tambahan apapun terhadap utang meskipun tidak bisa dibayar saat waktu pelunasan.
Manfaat apapun menjadi riba, walaupun nilai barangnya kecil atau berupa jasa, sepanjang masih ada kaitan dengan transaksi utang. Bentuknya bisa berupa hadiah barang, jasa atau uang terima kasih.
Contoh riba:
Manfaat berupa barang atau jasa tidak boleh diterima oleh pemberi pinjaman selama utang masih ada dan belum lunas. Aturan ini jarang diketahui orang. Sebagian besar masyarakat menganggap riba kalau bentuknya uang, padahal bisa juga non uang dan ini tetap dilarang.
“Apabila kamu mengutangi orang lain, kemudian orang yang diutangi memberikan fasilitas membawakan jerami, gandum, atau pakan ternak maka janganlah menerimanya, karena itu riba.” (HR. Bukhari 3603)
Aturan 3: Tidak boleh ada pemberian manfaat apapun selama masih berkaitan dengan utang yang belum lunas.
Pemberian manfaat yang sudah biasa dilakukan sebelumnya, atau menjadi tradisi diantara pemberi utang dan penerima utang, ini bukan riba sehingga tidak mengandung dosa.
Ada kalanya seseorang memberikan manfaat saat pelunasan yang tidak disepakati di awal dan ini halal.
Dalilnya:
“Jika meminjamkan begitu saja tanpa ada syarat di awal (syarat penambahan, pen.), lalu dilunasi dengan yang lebih baik, yakni dilunasi dengan jumlah berlebih atau dengan sifat yang lebih baik, maka itu boleh, dengan ridha keduanya (bukan paksaan, pen.).” (Al-Mughni, 6: 438)
Contoh 1:
Bu Tuti meminjam uang Rp. 10.000.000 untuk modal usahanya dari bu Nisa selama 6 bulan. Mereka bersepakat tidak ada tambahan baik bunga ataupun denda karena sudah paham dosa riba. Rupanya setelah 6 bulan, usaha bu Tuti maju sehingga saat pelunasan utang maka ia memberikan hadiah kepada bu Nisa berupa uang Rp. 1.000.000.
Hal ini dibolehkan karena bukan syarat di awal dan bu Tuti ikhlas memberikannya karena ingin mengembalikan dengan lebih baik. Beda dengan bunga dan denda yang sudah ditetapkan sejak awal.
Contoh 2:
Pak Dito memberi pinjaman Rp. 1.500.000 kepada pak Ronny. Ketika waktu pelunasan, Pak Dito memberikan keringanan yaitu pak Ronny membayar cukup Rp. 1.000.000. Ini dilakukan karena kondisi pak Ronny yang sedang kesusahan dan termasuk perbuatan baik kepada orang yang meminjam (debitur).
Artikel
Sudah umum diketahui seorang pegawai akan mendapatkan pesangon setelah resign dari perusahaannya. Uang pesangon adalah uang yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pegawai sehubungan denga...
Yudha Adhyaksa
03 Nov 2024
Di tahap ini saya yakin Anda sudah menemukan produk yang tepat untuk dipasarkan. Sayangnya di sini pulalah sering terjadi kesalahan dalam menamai produk, yang biasa disebut merek atau brand. Pernah...
Yudha Adhyaksa
03 Nov 2024
Terkadang kita menganggap sepele urusan bisnis dengan tidak mengkaitkannya dengan urusan keseharian. Bisnis ya bisnis, urusan pribadi beda lagi. Ini adalah anggapan yang tidak tepat. Jika Anda mau...
Yudha Adhyaksa
03 Nov 2024
Daftar Sekarang
Dapatkan semua Kelas baru gratis
dengan berlangganan