Artikel
Latifah Ayu Kusuma
17 Jan 2024
Pertanyaan seputar keabsahan asuransi dalam Islam memunculkan dilema di kalangan umat Muslim, terutama mereka yang berkecimpung di industri keuangan. Bagaimana Islam memandang kerja di asuransi riba? Apakah menjadi agen asuransi dianggap haram? Artikel ini akan membahas secara mendalam kontroversi seputar "kerja di asuransi riba" dengan menggali pandangan ulama, fatwa MUI, dan landasan hukum Islam terkait.
Asuransi riba atau yang lebih dikenal dengan asuransi konvensional, telah menjadi bagian integral dari dunia keuangan modern. Meskipun industri ini menyediakan perlindungan finansial yang penting, kerangka kerja keuangannya seringkali melibatkan unsur bunga atau riba, yang dilarang dalam Islam.
Sebelum masuk ke dalam perdebatan hukum Islam, penting untuk memahami apa yang dimaksud dengan "kerja di asuransi riba." Perusahaan asuransi konvensional, pada umumnya, mengoperasikan model bisnis yang melibatkan investasi dan pengembalian dana dengan tingkat bunga. Ini menimbulkan pertanyaan apakah bisnis semacam itu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Gharar merujuk pada ketidakpastian atau ketidakjelasan yang berlebihan dalam sebuah transaksi. Dalam konteks asuransi, gharar dapat muncul ketika terdapat ketidakpastian yang berlebihan terkait dengan risiko yang diasuransikan. Namun, tidak semua jenis ketidakpastian dianggap gharar. Ketidakpastian yang dapat diantisipasi dan diukur secara rasional masih dianggap wajar dalam Islam.
Dalam industri asuransi konvensional, beberapa argumen menyatakan bahwa kontrak polis yang rumit dan penuh dengan ketidakpastian dapat dianggap sebagai gharar. Meskipun, pendukung asuransi berpendapat bahwa ketidakpastian ini adalah bagian alami dari bisnis dan dapat diukur dengan cermat melalui analisis risiko yang tepat.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari jual beli hashoh (hasil lemparan kerikil, itulah yang dibeli) dan melarang dari jual beli ghoror (mengandung unsur ketidak jelasan)” (HR. Muslim no. 1513).
Maysir merujuk pada praktik spekulasi atau perjudian di mana seseorang berharap untuk mendapatkan keuntungan cepat tanpa adanya usaha yang jelas atau resiko yang terukur. Dalam konteks asuransi, maysir dapat dikaitkan dengan harapan untuk mendapatkan pembayaran klaim yang melebihi jumlah premi yang telah dibayarkan, tanpa pertimbangan serius terhadap risiko sebenarnya.
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, maysir (berjudi), (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (QS. Al Maidah: 90).
Riba atau bunga, yang dilarang dalam Islam, memiliki dampak yang signifikan dalam asuransi konvensional. Model bisnis asuransi konvensional sering melibatkan praktik riba, terutama dalam pengelolaan investasi dan penentuan premi.
Dalam banyak kasus, perusahaan asuransi menginvestasikan dana nasabahnya dalam instrumen keuangan yang menghasilkan bunga. Keuntungan dari investasi ini, bersamaan dengan premi yang dibayarkan oleh nasabah, sering kali menjadi sumber pendapatan utama perusahaan asuransi. Dengan demikian, keberadaan bunga di dalam model bisnis ini menjadi permasalahan serius dari sudut pandang hukum Islam.
Pertanyaan lain yang sering muncul adalah apakah menjadi agen asuransi dianggap haram. Bagi sebagian orang, profesi ini dapat menjadi peluang karir yang menjanjikan, namun pandangan agama seringkali menjadi penghalang bagi sebagian muslim.
Ditinjau dari aspek riba, gharar, dan maysir, asuransi lebih baik dihindari. Asuransi membawa banyak ketidakadilan bagi nasabah, terlebih nasabah yang tidak mendapatkan manfaat dalam jangka waktu tertentu.
Menghadapi pertanyaan "apakah asuransi haram," umat muslim dihadapkan pada tantangan untuk memahami implikasi hukum dan etika yang terlibat. Keputusan individu untuk terlibat atau tidak terlibat dalam asuransi konvensional merupakan refleksi dari tingkat pemahaman dan kepatuhan terhadap ajaran Islam.
Banyak orang yang merasa khawatir berlebihan jika tidak memiliki asuransi. Takut jika sakit tidak bisa membayar biaya berobat. Takut jika kendaraan rusak berat harus membayar biaya mahal. Takut jika sekolah anak di swasta memangkas budget belanja bulanan. Padahal ada beragam solusi yang bisa dilakukan.
Jika tidak ingin gampang sakit, mulailah gaya hidup sehat dengan konsumsi makanan bergizi, olahraga teratur, dan mengelola emosi dengan baik. Jika tidak ingin kendaraan cepat rusak maka rajinlah service dan mengemudi dengan aman, berdoa saat bepergian, dan mematuhi rambu lalu lintas. Jika ingin biaya pendidikan terjangkau, maka sekolahkan anak di sekolah negeri saja, insya Allah kualitasnya tetap oke.
Sebagai umat muslim yang taat, sudah seharusnya kita mematuhi perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Jika Anda siap meluruskan niat untuk patuh, silakan belajar lebih dalam mengenai asuransi di Fiqeeh - Kampus Bisnis Syariah. Anda bisa ikut kelas online tentang 3 dosa besar asuransi di sini.
Jika Anda seorang pengusaha muslim, Anda juga harus menjauhi asuransi dalam hal pengiriman produk dan segala hal yang berhubungan dengan bisnis. Anda juga harus menjauhi bisnis haram dalam Islam. Silakan pelajari lebih lanjut tentang bisnis haram di sini.
Artikel
Menjadi penuntut ilmu setelah hijrah? Setelah hijrah, Anda akan mempunyai waktu luang lebih banyak dan kebanyakan yang dilakukan orang hijrah adalah giat memperdalam agamanya. Ini merupakan kegi...
Yudha Adhyaksa
12 Jul 2023
Apakah memulai bisnis itu mudah? Ada yang berpendapat, bisnis itu tidak usah ‘ngoyo’ "Rezeki kan sudah diatur, apapun yang kita lakukan akan mendapat rezeki sesuai jatahnya. J...
Yudha Adhyaksa
12 Jul 2023
Bagaimana caranya menjadi seorang pengusaha muslim setelah hijrah dari pegawai bank? Perjalanan mendapat hidayah untuk setiap orang itu berbeda-beda. Itulah yang membuat awal mula kisah hijrah seti...
Yudha Adhyaksa
11 Jul 2023
Daftar Sekarang
Dapatkan semua Kelas baru gratis
dengan berlangganan