Artikel
Yudha Adhyaksa
05 Dec 2024
Jika Anda ingin berutang untuk bisnis, Anda harus mematuhi aturannya karena ada bahaya bagi orang berniat jahat tidak mau melunasi sejak awal.
Siapapun yang berutang harusnya takut pada apa yang akan menimpanya kelak di akhirat.
“Siapa saja yang berutang lalu berniat tidak mau melunasinya, dia akan bertemu dengan Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.” (HR. Ibnu Majah, no. 2410. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Ia dijadikan pencuri dan pahalanya diambil untuk melunasi utang dunianya.
“Barang siapa yang mati dalam keadaan masih memiliki utang satu dinar atau satu dirham maka utang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (pada hari kiamat nanti) karena disana (diakhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. ibnu Majah, no. 2414. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Namun hukuman ini tidak berlaku bagi mereka yang berniat melunasi dan tidak sempat melakukannya hingga akhir hayat. Allah akan memutihkan utangnya.
“Barang siapa yang berutang dan ia bertekad untuk melunasinya, Allah ‘Azza wa Jalla akan menolongnya.” (HR. An-Nasa’I, no. 4691. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Peminjam seharusnya bersyukur mendapat utang tapi kok menyepelekan untuk melunasi tepat waktu? Sampai-sampai menghancurkan hubungan persaudaraan. Mereka tidak amanah dan senang mengobral janji pelunasan. Lihatlah kisah nyata ini.
Ini sangat bertolak belakang dengan kisah di zaman Nabi. Ketika seorang lelaki tidak punya mahar, Nabi tidak memintanya untuk berutang tetapi menyuruhnya mengganti mahar dengan cincin besi (lebih murah). Karena tetap tidak sanggup, akhirnya ia memberi hafalan Qurannya sebagai mahar.
Artinya janganlah bergampang-gampangan berutang untuk berbisnis. Khawatirnya justru terpakai untuk meningkatkan gaya hidup. Ikutilah Rasulullah yang terpaksa berutang untuk memenuhi kebutuhan pokoknya saja.
“Nabi pernah membeli makanan dari orang Yahudi secara tidak tunai (utang), lalu beliau memberikan gadai berupa baju besi.” (HR. Bukhari no. 2068 dan Muslim no. 1603)
Utang lebih tepat untuk kebutuhan pribadi sedangkan ini bisnis, ada keuntungan komersil jadi gunakan syirkah (kerjasama bisnis).
Jangan pelit berbagi untung, tawarkan mitra bagi hasil yang menarik. Kalau Anda mau % bagi hasil lebih besar, gunakan akad Mudharabah dan Anda menjadi Pengelola karena Pengelola biasanya mendapat porsi keuntungan lebih besar.
Jadi pengusaha harus kreatif; rugi kecil atau besar sekarang tidak masalah, nanti tinggal diganti keuntungan masa depan. Daripada tidak bersyirkah dan hilang kesempatan untuk mengembangkan bisnis. Lebih baik bersyirkah dan untungnya sedikit atau bahkan tidak mendapat apa apa.
Anda setuju?
Artikel
Mengenai e-money : - Apakah bisa dijelaskan lebih lanjut mengenai mengapa penggunaan e-money seperti gopay atau ovo menjadi seperti hutang-piutang? - Apakah yang disebut diskon itu seperti...
Yudha Adhyaksa
04 Dec 2025
Alhamdulillah saya kemarin baru aja akuisisi lahan 1.235 m² yang niatnya utk cluster syariah. Tahap berikutnya membuat PPJB di notaris, tapi ternyata harus bayar di depan ya PPH 2,5% nya. Mohon m...
Yudha Adhyaksa
03 Dec 2025
Mengenai jual beli patung termasuk haram, bagaimana keseharian kita sebagai penjual baju muslim yang memakai patung2 tanpa muka tersebut sebagai manekin untuk sampel baju, apakah dengan memajangnya te...
Yudha Adhyaksa
02 Dec 2025
Daftar Sekarang
Dapatkan semua Kelas baru gratis
dengan berlangganan