Artikel
Yudha Adhyaksa
02 Feb 2024
“Kami tidak memaksa debitur mengambil kredit. Kami (Bank dengan debitur) melakukan ini atas dasar saling tolong menolong. Jadi sah-sah saja kalau Bank mendapat bunga dari pinjaman. Yang penting kan saling ridha.”
Ada lagi pendapat lain:
“Riba itu kalau tidak ridha. Misal seorang rentenir meminjamkan uang dengan bunga mencekik leher. Itu penindasan, ada ketidakadilan. Maka disitulah muncul riba. Tapi kalau sama-sama ridha, ya tidak ada penindasan dan itu bukan riba namanya. Bedanya dengan Bank, Bank itu menolong orang berbisnis dan orang itu mendapat keuntungan berlipat ganda setelahnya. Keuntungannya jauh lebih besar dari nilai bunganya. Jadi karena sama-sama ikhlas, tidak ada dosa riba di sini!”
Banyak orang yang menghalalkan riba dengan alasan sudah sama-sama ridha dengan “tambahan” dalam transaksi. Mereka beranggapan selama tidak memberatkan kedua belah pihak maka hukumnya halal. Padahal hukum syariah asalnya dari Al-Quran dan hadits Rasul, bukan serta merta anggapan manusia.
Bisa dipastikan, mereka yang masih bertanya seperti itu belum memahami tentang hakikat riba. Jangan disalahkan, tetapi berikan mereka edukasi dengan pengetahuan yang bisa dimengerti olehnya. Karena susah mengubah pemikiran yang sudah terbentuk puluhan tahun ditambah lagi jika orang tersebut termasuk pelaku riba.
Maka ada banyak sekali jawaban untuk membantah argumentasi tersebut. Silahkan kita bisa memilih salah satu dari penjelasan dibawah ini:
Contoh gampangnya sih judi. Sudah pasti orang-orang yang ikut judi ridha jika uangnya digunakan untuk bermain dan diberikan kepada pemenang. Atau contoh lainnya yaitu suap. Pelaku dan penerima suap sama-sama diuntungkan dan ridha, tapi perbuatan ini tetap saja haram.
Kita lihat saja firman Allah, jelas-jelas tertulis di kitab suci Al Qur’an:
“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al Baqarah: 275)
Disitu tidak disebut “…dan mengharamkan riba yang tidak ridha”. Artinya ayat ini berlaku pada semua kondisi riba. Tidak peduli dilakukan dengan ridha atau tidak ridha. Juga tidak melihat nominal ribanya mau yang kecil atau besar. Semuanya sama saja yaitu DILARANG!
Transaksi utang piutang tentu berbeda dengan jual beli. Kalau jual beli, memang benar harus saling ridha karena itu syarat pertama agar akad jual beli yang dilangsungkan menjadi sah. Dalilnya adalah:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.” (QS. An Nisa: 29)
Dalam jual beli tujuannya komersial untuk mencari keuntungan bersama. Jadi jangan sampai ada salah satu pihak dipaksa sehingga menyebabkan kerugian. Berbeda dengan transaksi utang piutang yang seharusnya bersifat sosial (tolong menolong) justru malah menindas orang yang sedang kesusahan (pengutang).
Bukti Allah tidak pernah ridha adalah banyaknya ancaman dari Allah dan Rasul-Nya. Para ulama juga sudah sepakat menghukumi bunga bank haram karena riba. Siapakah diri kita dibanding mereka? Marilah kembali lagi pada aturan yang benar pada Al Qur’an dan hadits Nabi yang shahih.
Tidak usah mencari banyak alasan untuk mengingkarinya. Seperti ngotot mengatakan kerja di bank halal karena telah mengorbankan waktu dan tenaganya. Padahal bicara riba itu bicara dosa yang dilaknat Rasulullah. Kita tidak bisa menganggap remeh masalah riba ini agar tidak masuk ke golongan yang disebutkan dalam firman-Nya:
“Sebenarnya, mereka telah mendustakan kebenaran tatkala kebenaran itu datang kepada mereka, maka mereka berada dalam keadaan kacau-balau”. (QS. Qaf : 5)
Kesimpulannya, baik bunga di bank, bunga utang piutang antar pengusaha muslim, maupun bunga dalam transaksi lainnya itu jelas haram. Sebagai umat yang taat, sudah sepatutnya kita menjauhi larangan Allah. Tak perlu memaksa suatu hal yang dilarang atas dasar ridha.
Jika kamu masih memiliki utang riba, segera lunasi dan bertaubatlah. Pun jika kamu masih menggunakan modal bisnis utang riba, segera lunasi dan jangan mengulanginya lagi. Jika sudah, kamu bisa mulai merintis bisnis syariah dari nol. Bisa saja mensyariahkan sisi modalnya dulu, lalu produknya, hingga nanti strategi pemasarannya.
Tak perlu khawatir jika masih kesulitan mensyariahkan bisnis. Kamu bisa belajar ilmu bisnis syariah terlengkap di Fiqeeh. Kamu bisa belajar secara online mulai dari nol. Kamu juga bisa berkonsultasi langsung dengan mentor online berpengalaman.
Fiqeeh.com sebagai Kampus Bisnis Syariah bisa mengantar kamu menjadi pengusaha muslim yang taat syariat dan dapat keuntungan halal. Silakan klik di sini untuk menjelajah tentang Fiqeeh.
Artikel
Bertahun-tahun lalu, saya bekerja di sebuah Bank di gedung tinggi di bilangan Sudirman, Jakarta Selatan. Saya ingat sekali, waktu itu sedang dikumandangkan adzan Ashar. Saya tengok keluar jendela d...
Yudha Adhyaksa
29 Nov 2024
7 Aturan Istishna yang perlu Anda ketahui agar tidak melanggar syariat adalah: 1. Developer membangun rumah sesuai pesanan pembeli dan menyerahkan sesuai kesepakatan 2. Pesanan rumah yang diteri...
Yudha Adhyaksa
29 Nov 2024
Siapa bilang tugas marketing hanya jualan? Tidak! Tugas marketing itu luas bung, orang yang mau jadi marketing haruslah menguasai 9 disiplin ilmu ini. Tidak perlu sampai menguasai ke 'tulang...
Yudha Adhyaksa
29 Nov 2024
Daftar Sekarang
Dapatkan semua Kelas baru gratis
dengan berlangganan