Artikel
Yudha Adhyaksa
26 Feb 2024
“Kalau bank haram, ya hidup ke zaman purba aja.”
Kalimat itu seringkali terlontar dari mereka yang malas membaca dan malas mencari tahu. Disuguhi potongan video yang mengharamkan riba langsung marah-marah seakan semua tak ada solusinya. Padahal kajian tentang riba sudah bisa diakses dimana saja. Banyak buku referensi dan kajian asatidz yang bisa dipelajari kapan saja.
Kami tidak mengharamkan Bank sebagai Institusi Negara. Yang kami haramkan adalah produknya yang melanggar larangan syariat yaitu riba. Ini perlu dipertegas agar setiap elemen masyarakat paham perbedaannya.
Kami disini adalah penggiat anti riba, termasuk Saya. Dan Saya akan menjelaskan secara runtut dan obyektif alasannya kenapa bank tidak haram tapi produknya haram.
Mari kita mulai penilaian dari tujuan awal sebuah Bank didirikan, caranya berbisnis hingga hasil jadinya yaitu produknya. Dengan kerangka berpikir urut, kita akan mengetahui persis dimana letak ribanya.
Inilah definisi Bank menurut UU Perbankan No. 10 Tahun 1998.
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak.” (UU Perbankan No. 10 Tahun 1998 pasal 1 ayat 2).
Dari sisi syariah, tidak ada yang salah. Sebagai lembaga, Bank memberikan manfaat yang halal. Boleh diterima dan dirasakan masyarakat karena tidak ada tujuan yang merugikan, berbahaya atau menzalimi. Tidak ada tujuan riba secara hukum asal.
Namun ini belum cukup menyatakan Bank itu syar’i. Harus melihat lagi dari caranya berbisnis apakah ada pelanggaran syariat atau tidak.
Bank memiliki 2 cara dalam berbisnis. Pada intinya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan dan menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit.
Masyarakat bisa menabung kapan saja dengan nominal bebas, tidak ditentukan setiap kali menyetorkan uang. Cara ini menguntungkan masyarakat yang ingin menyimpan uangnya dalam jangka panjang. Daripada disimpan di rumah tidak aman, lebih baik di bank yang aman dan pencatatannya detail. Bank juga telah memiliki sistem, kebijakan manajemen, prosedur dan pegawai yang bisa dipercaya.
Jika cara kredit yang dilakukan sesuai syariat, ini dibolehkan asal tidak mengandung riba. Selanjutnya perlu pembuktian lebih lanjut apa benar pada prakteknya produk Kredit Bank tidak mengandung riba.
Pada umumnya ada 2 produk bank yang biasa disajikan kepada masyarakat.
“Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada Bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.” (UU Perbankan No. 10 Tahun 1998 pasal 1 ayat 5).
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” (UU Perbankan No. 10 Tahun 1998 pasal 1 ayat 11).
Pada prakteknya, Bank mengenakan bunga baik di semua produk Simpanan maupun produk Kreditnya. Besaran bunga dinyatakan dalam persentase (%) yang nilainya tetap (fixed) per tahun atau mengambang (floating) – nilainya berubah-ubah setiap tahun. Prosentase besaran bunga dinyatakan jelas dalam perjanjian produk.
Inilah yang menyebabkan produknya haram. Inilah persyaratan yang bathil karena bertentangan dengan hukum syariah. Tidak sah walaupun sudah disetujui Nasabah.
“Barangsiapa mensyaratkan suatu syarat yang tidak sesuai dengan Kitabullah, maka syarat tersebut batil walaupun seratus syarat.” (HR. Bukhari)
Nah, dari semua penjelasan diatas menurut Saya ada beberapa poin kesimpulan:
Bank memiliki tujuan yang benar secara syariat dan UU Perbankan karena ingin meningkatkan taraf hidup masyarakat. Namun ketika UU melegalkan produk Kredit dengan pemberian bunga, disini terjadi benturan dengan hukum syariah karena tujuan Bank berubah menjadi ribawi.
Syariat dibuat langsung oleh Allah dan ini berarti diatas hukum manusia. Hukum manusia hanya berlaku di dunia sedangkan hukum Allah sampai ke akhirat. Pilihan harus jatuh pada hukum syariah karena pengaruhnya jangka panjang dan kekal demi keselamatan sendiri.
Untuk produk Bank halal (tidak mengandung riba), masyarakat boleh memanfaatkannya.
Maka kamu sah-sah saja menabung di bank asal memilih produk yang tidak mengandung bunga atau tidak mengambil bunganya. Nah, kalau kredit di bank harus dihindari ya karena jelas mengandung bunga.
Pengusaha muslim juga harus berhati-hati dalam hal keuangan, jangan sampai meminjam atau utang di bank. Lebih baik belajar fundamental bisnis syariah agar bisnisnya lebih berkembang meski modalnya minim.
Kamu bisa belajar di kelas online Fiqeeh - Kampus Bisnis Syariah. Kamu akan dibimbing oleh mentor online yang berpengalaman di bidangnya. Fiqeeh juga siap membantu memasarkan produkmu dengan layanan iklan.
Artikel
“Seandainya dulu saya tidak hijrah, pasti tidak sesusah ini.” “Dulu beli apa-apa gampang. Tidak mikir harga. Kalau mau beli, ya beli saja. Sekarang beli kopi sachet saja mikir-mik...
Yudha Adhyaksa
05 Nov 2024
Pakai Produk Bank? Boleh Asal Patuhi Syarat! Seorang pengusaha biasanya punya rekening di Bank untuk memperlancar transaksinya. Untuk membayar supplier, kirim donasi ke Yayasan Sosial, menerima uan...
Yudha Adhyaksa
05 Nov 2024
Kriteria 1: Pekerjaannya Bukan Sebagai Pelaku Riba Hindari Lembaga Keuangan Riba karena pendapatan mereka berasal dari hasil transaksi ribawi. Berdosa bekerja disini apapun bagian dan jabatannya....
Yudha Adhyaksa
05 Nov 2024
Daftar Sekarang
Dapatkan semua Kelas baru gratis
dengan berlangganan