Artikel
Yudha Adhyaksa
30 Jan 2024
Dilihat dari kulitnya, bank syariah nampak suci, tak terlibat riba maupun sistem keuangan yang dilarang oleh syariat Islam. Namun apakah faktanya demikian?
Wallahu a‘lam, Saya belum pernah kerja di Bank Syariah sehingga bukan orang yang tepat untuk menilainya. Kriteria saya di Lembaga Riba bersifat umum. Merujuk pada lembaga keuangan yang mempraktekkan riba baik di sistem, prosedur, perjanjian dan praktek lapangannya.
Di artikel ini Saya akan lebih sering menyebut Bank daripada jenis lainnya. Ada 2 alasannya: pertama, karena keharaman mereka lebih sering disebut oleh Asatidz dan penggiat anti riba. Kedua, karena saya hanya bekerja di Bank, belum pernah di Lembaga Keuangan Riba lainnya.
Setelah ini, kamu akan lebih sering melihat Saya menggunakan istilah “Bank” saja karena “Bank” adalah istilah umum di dunia anti riba. Namun definisinya sama yaitu Bank Riba (didirikan untuk tujuan ribawi dan menjual produk riba).
Belakangan ini, alhamdulillah karena berbagai gerakan komunitas anti riba yang melakukan secara masif, terstruktur dan tanpa bayaran jumlah orang yang resign dari Bank riba melonjak pesat sejak 2015. Dan banyak lagi dari kalangan pegawai Koperasi riba, Pegadaian riba, leasing riba dan lainnya. Inilah bukti hidayah Allah, beruntunglah orang-orang yang peka dan menahannya erat-erat hingga resign.
Jika menilik sistem dan produk bank syariah, ada beberapa hal yang bisa dijadikan sebagai tolak ukur “apakah bank syariah bebas riba” atau tidak.
Berikut ini 3 tolak ukur yang menurut saya bisa menjadi acuan:
Banyak yang menganggap bahwa bagi hasil bank syariah sama saja dengan bunga. Padahal akad bagi hasil berbeda dengan bunga. Dalam sistem bagi hasil, nasabah akan mendapatkan sekian persen (misal 0.5%) dengan nominal yang mungkin berbeda setiap bulannya. Hal ini dikarenakan bank syariah menerapkan prinsip sama-sama untung atau sama-sama rugi dalam hal kerja sama nasabah dan bank. Sementara dalam sistem bunga nominal yang didapatkan nasabah flat setiap bulannya. Ketika bank untung besar maupun rugi, nasabah tetap mendapat bunga dengan nominal yang sama. Hal ini tidak syar’i karena bank berpeluang menikmati untung besar, sementara nasabah terhindar dari kerugian jika bank mengalami kerugian.
Bank konvensional memberikan kredit berbentuk uang untuk nasabahnya.Misalnya kredit usaha rakyat khusus untuk UMKM agar lebih berkembang dan bisa menambah modal usaha dengan mudah. Sayangnya bank konvensional mengambil bunga sebagai keuntungannya. Nah, bank syariah bisa bebas riba jika mengganti produk kredit uang dengan pembiayaan. Misalnya pembiayaan pembelian kendaraan, handphone, biaya kuliah, dan lain sebagainya.
Skema pembiayaan bisa menjadi halal karena produk sudah dimiliki oleh bank. Misal dalam pembiayaan motor. Nasabah mengajukan merek, tiper, dan warna motor yang diinginkan ke bank syariah. Selanjutnya bank membeli motor sesuai spesifikasi tersebut ke dealer. Jika sudah, nasabah membeli kembali motornya dari bank secara dicicil. Namun bank sudah menambahkan margin sebagai keuntungan.
Dalam sistem Kredit Pemilikan Rumah (KPR) konvensional, bank belum memiliki rumah yang akan dicicil oleh nasabah. Jadi transaksi tersebut tidak termasuk jual beli. KPR tersebut sama saja dengan utang riba. KPR bisa menjadi halal jika bank membeli dahulu rumahnya, kemudian dibeli oleh nasabah dengan sistem cicilan. Di sini bank bisa mengambil untung dengan margin yang telah disepakati.
Dilihat dari 3 tolak ukur di atas, tentu saja pengusaha muslim tidak bisa mengajukan utang riba untuk modal usaha. Namun ada beberapa bank yang punya produk pembiayaan usaha. Pengusaha muslim bisa mengajukan pembiayaan untuk peralatan produksi, kendaraan, dan lain sebagainya.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris) dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba.” Kata beliau, “Semuanya sama dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1598)
Nah, jika kamu ingin menjadi nasabah bank syariah, menabung di sana, atau mengajukan pembiayaan di sana, silakan saja. Asal pahami dahulu akadnya. Kalau masih bingung juga, silakan ikut kelas online di Fiqeeh - Kampus Bisnis Syariah. Kamu bisa konsultasi dengan saya dalam hal bisnis syariah, produk bank, hingga operasional usaha.
Artikel
Menjadi penuntut ilmu setelah hijrah? Setelah hijrah, Anda akan mempunyai waktu luang lebih banyak dan kebanyakan yang dilakukan orang hijrah adalah giat memperdalam agamanya. Ini merupakan kegi...
Yudha Adhyaksa
12 Jul 2023
Apakah memulai bisnis itu mudah? Ada yang berpendapat, bisnis itu tidak usah ‘ngoyo’ "Rezeki kan sudah diatur, apapun yang kita lakukan akan mendapat rezeki sesuai jatahnya. J...
Yudha Adhyaksa
12 Jul 2023
Bagaimana caranya menjadi seorang pengusaha muslim setelah hijrah dari pegawai bank? Perjalanan mendapat hidayah untuk setiap orang itu berbeda-beda. Itulah yang membuat awal mula kisah hijrah seti...
Yudha Adhyaksa
11 Jul 2023
Daftar Sekarang
Dapatkan semua Kelas baru gratis
dengan berlangganan