Artikel
Yudha Adhyaksa
22 Nov 2024
Pertanyaan ini selalu menggelayuti calon Developer. Mereka berpikir harus cari modal dulu, padahal Investor berpikir kalau investasi sekarang tapi tanahnya belum ada, nanti dipakai untuk meningkatkan gaya hidup Developer dong? Jangankan yang calon Developer, yang sudah jadi Developer pun menyalahgunakan uang Investor karena tidak ada kontrol keuangan yang kuat di perusahaan. Akhirnya calon Developer ini mengambil kredit modal kerja Bank, Tarik Tunai, Kartu Kredit, Kredit Pemilikan Tanah yang semuanya berbunga dan itu riba!
Setiap kondisi lapangan berbeda-beda, saya sarankan Anda DEAL tanah dulu baru mencari Investor. Karena dengan teknik negosiasi yang tepat, Anda bahkan bisa mendapatkan tanah secara hot deal, dimana Anda cukup membayar Pemilik Tanah secara minimal saja sesuai kebutuhannya misalnya 10% dari harga total tanahnya. Investor lebih percaya karena Anda sudah punya bukti perjanjian dengan Pemilik Tanah, jadi proses syirkah lebih cepat.
Saya pernah membeli tanah dengan perjanjian beli kredit 1 tahun. Tak disangka, uangnya kurang menjelang 3 bulan berakhir. Disinilah dilemanya, ada Developer yang sampai menghindari jalan melewati proyek pertamanya karena trauma, dan saya tidak mau kegagalan itu terjadi. Akhirnya saya rela menjual apapun demi melunasi tanah itu, perhiasan emas sampai apartemen dijual rugi 30% karena Manajemen Apartemen tidak mau harga unit second disamakan dengan harga first hand. Siapa bilang bisnis property tidak pernah rugi? Hehe
Pengorbanan besar yang berbuah manis. Singkat cerita, sampai 8 tahun kemudian saya masih menikmati passive income dari proyek property syariah. Seburuk apapun kondisi proyek pertama Anda, jangan sampai gagal. Korbankan apapun demi mempertahankannya agar trauma tidak membayang.
Seorang peserta workshop pernah bekerjasama dengan pembicara utama workshopnya di Sulawesi. Perjanjiannya, sang pembicara mendapat bagi hasil 80% meski tidak menaruh investasi apapun (saham kosong), sementara peserta hanya memperoleh 20% meskipun menjadi Pemilik Tanah. Di 6 bulan pertama, ia selalu diajak pembicara keliling Indonesia sebagai saksi keampuhan skema syariah, menginap bareng di hotel sehingga proyek terlantar.
Untuk proyek property syariah, saya sarankan mitra Anda turut memodali real dengan uangnya (syirkah Mudharabah), lebih bagus lagi memberikan keahliannya (syirkah Inan) untuk menunjukkan keseriusannya berbagi suka duka dalam proyek.
Ini masalah klise, terjadi di semua proyek Developer meskipun telah mengambil kredit Bank. Alasannya macam-macam, bisa karena terpakai untuk meningkatkan gaya hidup, buat bisnis lainnya atau simpel karena salah sendiri dalam memanajemen cashflow. Sehingga modalnya habis dengan cepat, berakibat Developer menunda membayar kontraktor untuk melanjutkan pembangunan rumah konsumen. Kontraktor bisa membongkar bangunan dan sudah pasti konsumen menuntut Anda.
Carilah Investor dengan imbalan bagi hasil. Saran saya : batasi waktu bagi hasilnya. Saya pernah menerima investasi 50 juta untuk waktu terbatas 8 bulan saja. Kenapa dibatasi waktunya? Karena Investor masuk di saat Developer kritis, bukan sejak awal Developer merintis dengan susah payah. Sehingga kurang layak pula membagi keuntungan sampai proyek berakhir karena nilai investasi terlalu kecil dibanding total biaya proyek yang Anda keluarkan kelak. Anda hanya butuh investasi kecil untuk menyelamatkan proyek, kok! Nah pembatasan waktu ini perlu disepakati dengan Investor, yang penting Anda ridha karena membagi keuntungan secukupnya.
Proyek di Cikarang dimulai tahun 2015 dan diproyeksikan selesai dalam 10 tahun dan menghasilkan 11.5 Milyar. Seorang Pengelola menyetor modal 1 juta dan di akhir proyek, ia akan mendapat bagi hasil 400 juta.
Jika ia mengusulkan mengambil kasbon sesuai UMK Bekasi, anggap 5 juta/bulan maka dalam 10 tahun, ia akan menerima 600 juta. Ada kelebihan Rp. 200.000.000.
Seluruh syarik sepakat menolak karena dengan menerima gaji, posisinya menjadi aman. Ia tidak akan fokus mengejar penjualan dan menyelesaikan pembangunan tepat waktu. Akhirnya disepakati, pemberian kasbon secara total harus dibawah total bagi hasilnya kelak yaitu 400 juta agar totalitas menggarap proyek supaya cepat mendapat keuntungan dan membagi hasil.
Salah satu Pemodal menyetor 600 juta untuk sebuah proyek property syariah. Karena ada kebutuhan ia pun meminta kembali modalnya. Padahal modalnya sudah habis digunakan Developer untuk perizinan. Akhirnya ia ubah sepihak akadnya menjadi utang, dan memaksa Developer menandatangani Surat Utang. Kini, Developer tersandera utang. Tidak ada bunga, tapi sangat membebani Developer karena penjualan unit sedang seret dan banyak persediaan kavling belum terjual.
Tidak boleh menjadikan uang Pemodal yang habis menjadi utang Developer sebagai Pengelola proyek. Seharusnya Pemodal paham ini resiko bisnis, dan menunggu proyek menghasilkan keuntungan barulah Developer mengembalikan modalnya. Cara lain, ia mencari Pemodal baru yang akan menggantikan posisinya dan harus disepakati dengan Pemodal lainnya serta Pengelola.
Disini, Developer mencari teman atau saudara yang memiliki deposito misalnya 1 Milyar, lalu Anda minta depositonya menjadi jaminan untuk meminjam modal kerja senilai 900 juta. Jaminan deposito dipilih, karena bunga kreditnya lebih kecil daripada jaminan asset.
Hasil pinjaman Anda pakai untuk membeli tanah, membayar biaya perizinan dan pecah sertifikat atas nama pemilik deposito.
Tidak boleh mengambil pinjaman berbunga dengan jaminan apapun, termasuk deposito meskipun beralasan bunga kredit rendah. Bunga sekecil apapun tetap riba, tanpa peduli bentuk jaminan. Meski berupa rumah, mobil atau bahkan tidak berwujud seperti personal guarantee (pihak lain menjaminkan diri sebagai pembayar kredit kalau macet) tetap tidak boleh karena masalahnya di bunga kredit, yang menjadi dosa besar riba.
Developer menjanjikan Pemilik Tanah pembayaran tanahnya setelah kavling terjual. Beliau setuju, dan menunggu hasilnya yang ternyata kavlingnya tidak laku-laku atau hanya sebagian terjual dan tidak cukup untuk membayar tanah.
Anda harus memberikan batas waktu penjualnan kavling dalam perjanjian. Saya sarankan 2 tahun, waktu yang cukup lama karena perizinan sudah beres di tahun pertama, jadi Anda bisa fokus menjual di tahun kedua. Setelah jatuh tempo, dan ternyata belum laku semuanya, mau pembayaran yang diterima Pemilik tanah dikonversikan ke pemecahan sertifikat. Untuk sisa sertifikat yang belum laku, bisa Anda buat akad jual beli baru dengan harga tanah lebih tinggi sesuai pasar.
Artikel
“Kami tidak memaksa debitur mengambil kredit. Kami (Bank dengan debitur) melakukan ini atas dasar saling tolong menolong. Jadi sah-sah saja kalau Bank mendapat bunga dari pinjaman. Yang penting...
Yudha Adhyaksa
02 Feb 2024
Pengusaha pemula seringkali bingung dalam hal membuat keputusan bisnis. Terlebih saat ia menemukan masalah-masalah baru yang belum pernah dialami sebelumnya. Misalnya tentang pencatatan keuangan. Suda...
Yudha Adhyaksa
01 Feb 2024
Ingat ya, syariah bukan hanya slogan maupun pemanis jualan. Bukan juga sekadar akad agar jual belinya halal di mata ulama. Dan bukan pula kedok pakaian menutup aurat bagi owner dan karyawan. Syariah a...
Yudha Adhyaksa
31 Jan 2024
Daftar Sekarang
Dapatkan semua Kelas baru gratis
dengan berlangganan