Artikel
Yudha Adhyaksa
05 Nov 2024
Hindari Lembaga Keuangan Riba karena pendapatan mereka berasal dari hasil transaksi ribawi. Berdosa bekerja disini apapun bagian dan jabatannya.
Dasarnya adalah hadits Nabi:
“Rasulullah melaknat pemakan riba (renternir) penyetor riba (nasabah yang meminjam) penulis transaksi riba (sekretaris) dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba. Kata beliau, “Semuanya sama dalam dosa.” (HR. Muslim)
Dan jangan terpengaruh oleh nama perusahaan ya. Saya pernah menemukan fakta sebuah BPR Syariah yang kantornya disegel dalam penguasaan Bank riba. Kenapa? Karena tidak mampu melunasi tunggakan kredit. Sungguh ironis, berlabel syariah tetapi permodalannya menggunakan pinjaman riba. Dan ini sangat tidak berkah, karena tidak halal sejak hulunya.
Pekerjaan di Kriteria 1 ini mencakup :
Tidak ada bagian pekerjaan yang halal disini.
Pegawai yang tidak bekerja di Lembaga Keuangan Riba juga bisa terkena dosa sebagai pelaku riba apabila menjadi Pihak – Pihak Yang Terkena Dosa Riba.
Pengecualian
Mereka yang tidak terlibat langsung tidak kena dosa riba, antara lain :
Bagian Pembukuan atau Akunting (Accounting) hanya mencatat hasil dari transaksi riba dengan memindahkan angka di rekening ke laporan keuangan melalui proses pembukuan. Sementara transaksi riba yang terjadi di Bank riba dilakukan oleh bagian lain dan bagian Pembukuan sama sekali tidak terlibat. Oleh karena itu tidak dimasukkan sebagai pencatat riba yang dilaknat.
Perusahan yang halal berarti sumber penghasilannya dari transaksi yang halal. Namun adakalanya pekerjaan yang ditawarkan justru mendukung aktivitas Lembaga Keuangan Riba, sehingga penghasilannya menjadi haram.
Karena itulah sesungguhnya halal haram tidak dilihat dari perusahaannya melainkan dari pekerjaannya. Apabila tugasnya ditempatkan di lingkungan Lembaga Keuangan Riba sama saja tutur mendukung kegiatan ribawinya agar semakin lancar. Konsumen mereka pun semakin nyaman bertransaksi riba dan akhirnya bisnis riba ini semakin berkembang besar.
Lajnah Daimah (Lembaga Fatwa Arab Saudi) pernah ditanya halal haramnya seorang tukang taman yang ditugaskan merawat taman Bank.
Mereka menjawab haram. Pihak bank membutuhkan tukang taman untuk menjaga kerapian tamannya, supir untuk mengantar pegawainya atau satpam untuk menertibkan nasabah dan menjaga kemamanan. Pekerjaan seperti itu haram karena membantu memperlancar jalannya aktivitas bank ribawi dan akan menanggung dosanya. Ini termasuk tolong menolong dalam dosa karena menyediakan keperluan para pegawai yang berkaitan langsung dengan transaksi riba. Secara tegas Allah melarang hal ini.
“Dan janganlah kamu tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.” (QS. Al Maidah : 2)
Pekerjaan di Kriteria 2 ini mencakup :
Bagaimana bila sudah terlanjur bekerja untuk bagian ini? Lebih baik segera minta dipindahkan ke bagian lain walaupun gajinya lebih kecil. Jangan khawatir kehilangan gaji besar karena yang dicari adalah keberkahan.
Saya sudah melihat dan mendengar kisah orang berpenghasilan besar tapi ‘menguap’ sebelum akhir bulan karena sering dirundung masalah, ditimpa penyakit yang menguras habis gajinya sampai mengambil pinjaman riba untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.
Kenapa orang yang tidak berhubungan langsung ikut kecipratan dosanya?
Saya akan jelaskan dengan ilustrasi agar dapat dipahami secara logika.
Seorang tukang ojek menerima penumpang wanita yang diketahui seorang pelacur. Dia mengantar penumpang ini ke sebuah hotel. Disini dia tahu pasti kalau wanita akan menjalankan profesinya. Dan dia ikut serta meringankan pekerjaan pelacur ini dengan mengantarkannya ke hotel. Seandainya dia tidak mengantarnya, tentu tidak terjadi kemaksiatan. Tapi dia mengantarkannya dengan kesadaran sehingga kemaksiatan tercipta karena perbuatannya. Maka dia berdosa karena tolong menolong dalam memfasilitasi keharaman.
Orang yang memfasilitasi transaksi riba melakukan hal ini karena beberapa alasan.
Padahal alasan ini tidak bisa diterima oleh syariat karena syariat berasal dari Allah sehingga keuntungan manusia harus dikalahkan karena harus mengejar keselamatan jangka panjang yaitu akhirat.
Pekerjaan haram itu bukan hanya masalah riba, masih ada perbuatan lainnya yang apabila mengandung gharar dan kezaliman menjadi dilarang syariah.
Hindari pekerjaan haram adalah istilah yang lebih tepat karena halal haram bukan dilihat dari jenis perusahaannya, tetapi pekerjaannya.
Allah berfirman
”Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami Berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (QS al-Baqarah (2) 2172)
Maka, seorang muslim memakan makanan yang halal yang bisa didapat dari nafkah yang halal, dari pekerjaan yang dibolehkan dalam Islam. Bukan dari rezeki haram karena itu hanya kebinasaan.
Dalil yang memerintahkan jauhi pekerjaan haram adalah :
“Tidak ada daging yang tumbuh dari as-suht (semua harta haram termasuk riba), kecuali neraka lebih layak baginya.” (HR. Turmudzi 614 dan dishahihkan al-Albani).
Syaikhul Islam menjelaskan:
“Makanan akan bercampur dengan tubuh dan tumbuh menjadi jaringan dan sel penyusunnya. Jika makanan itu jelek maka badan menjadi jelek, sehingga layak untuknya neraka. Karena itulah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan, ‘Setiap jasad yang tumbuh dari harta haram, maka neraka layak untuknya.‘ Sementara surga adalah kebaikan, yang tidak akan dimasuki kecuali tubuh yang baik.” (Ma’mu’ al-Fatawa, 21:541).
Dan sesungguhnya pekerjaan haram jauh lebih banyak daripada pekerjaan riba.
Antara lain babi, anjing, darah dan minuman keras.
Seperti penyuapan, pemerasan, penipuan, pencurian, menaikkan harga, mengurangi spesifikasi material, membunuh orang, perjudian dan lain sebagainya.
Ingatlah selalu bahwa manusia akan dihisab oleh Allah atas semua yang kita kerjakan. Tak terkecuali semua pemasukan yang kita nikmati walau belum habis di manfaatkan harus dipertanggungjawabkan. Termasuk pula harta yang telah dipakainya akan ditanya.
Rasullullah bersabda,
“Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang umurnya kemana dihabiskannya, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya; dari mana diperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakannya. (HR. Turmudzi 2417, ad-Darimi 537, dan dishahihkan al-Albani)
Selamat hunting pekerjaan halal!
Artikel
Eitss, jangan salah paham dulu! Jangan menyangka saya akan menyarankan Anda untuk membeli tanah secara cash, itu tidak akan terjadi! Anda memakai uang sendiri untuk membayar Uang Muka tanah saja...
Yudha Adhyaksa
03 Dec 2024
“Saya dengar aset yang pernah dibeli dengan pinjaman riba harus dijual. Benar begitu ? Jika benar, saya belum siap hijrah. Rumah saya dibeli dari KPR riba, mobil juga dari kredit riba. Bagaimana...
Yudha Adhyaksa
03 Dec 2024
Syariah bukan sekedar slogan pemanis jualan. Bukan tentang Bank VS Tanpa Bank Bukan sekedar memasukkan istilah bahasa Arab ke perjanjian. Bisnis tidak bisa disebut syar’i karena tagline...
Yudha Adhyaksa
03 Dec 2024
Daftar Sekarang
Dapatkan semua Kelas baru gratis
dengan berlangganan