background

Artikel

13 Kasus Buruk Mencari Tanah (Bagian 2)

Yudha Adhyaksa

05 Nov 2024

Cover

8. Menjebak pemilik tanah dengan akad tidak jelas

Dulu pernah ada e book membongkar kebobrokan Developer konven raksasa. Penulisnya adalah anak dari pemilik tanah di Tebet. Ia bercerita ibunya dibawa ajudan ke rumah Developer yang terletak di pulau tengah danau dalam perumahan mewah. Sambi menunggu Developer datang, ajudannya bercerita betapa dermawannya Developer bersedekah ke panti asuhan dan gereja sehingga hatinya bu Maria luluh. Akhirnya Developer datang dengan helikopter dan dengan mudahnya menandatangani kesepakatan. Pembayaran akan dilakukan setelah proyek LRT selesai. Setelah bertahun-tahun, ternyata pembangunan tak kunjung selesai dan bu Maria kehilangan kesabaran dan minta pelunasan. Sayangnya, ia tersandera oleh klausul yang menyatakan jika pelunasan lebih cepat maka pembayarannya menjadi sangat kecil. Bu Maria stres sekali sampai anaknya pun menyelidiki kejahatan lain Developer raksasa ini dan membuat e book ini. 

Developer Property Syariah harus membuat batasan waktu jika menjanjikan pembayaran bergantung pada hal lain. Misalnya 2 tahun setelah dokumen perizinan tertentu terbit, setelah unit laku, atau setelah pembangunan selesai. Jika belum selesai, maka pembayaran telah diterima Pemilik Tanah dikonversi ke tanah dan sertifikat dipecah. Lalu, keduanya perlu berakad lagi untuk harga tanah yang lebih tinggi dengan jatuh tempo baru. 

9. Tidak mengikat pemilik tanah di Notaris

Pemilik tanah di Cikarang setuju berakad syirkah Inan. Perjanjiannya, ia akan mendapat 25% dari keuntungan proyek karena turut mengamankan proyek dan mengurus sertifikasi tanah girik. Karena akad syirkah, seharusnya pembayaran tanah mengikuti ketersediaan keuangan proyek yang mengutamakan kepentingan konsumen. Jadi kalau Developer proyek harus membangun rumah konsumen dan uangnya ngepas, Pemilik Tanah tidak bisa dibayar. Anehnya, selang 3 bulan ia menuntut pembayaran 30 juta, begitu juga 3 bulan kemudian dan di tahun ke 3, ia meminta pembayaran rutin setiap bulan dengan nilai yang sama. Jadi dari awal Pemilik Tanah menganggap ini jual beli yang memprioritaskan pembayaran tanah, meskipun sudah menandatangani akad syirkah. Sayangnya, akad syirkah ini tidak dinotariilkan sehingga sertifikat tetap dipegang Pemilik Tanah. Posisi Developer jadi lemah sehingga harus menuruti keinginan Pemilik Tanah, dan seringkali tidak kebagian hasil karena mendahulukan pembayaran tanah. 

Saya pernah menandatangani PPJB dengan Pemilik Tanah di Notaris dan 1 minggu kemudian Pemilik Tanah berubah pikiran. Ia meminta pembayaran lunas. Bayangkan, perjanjian sudah notariil saja bisa disepelekan, untungnya Notaris sudah menyimpan sertifikat. Kesimpulannya Anda harus ikat Pemilik Tanah secara notariil agar Notaris menahan sertifikat dan Pemilik Tanah tidak bisa berubah pikiran seenaknya. 

10. Beli tanah SK Camat

Member Fiqeeh ditawari 2 tanah di jalan yang sama. Lokasinya pun strategis. Pemiliknya sudah meninggal dan anaknya sepakat menjual. Masalahnya surat tanahnya SK Camat (non SHM) dan ia berencana mengurus sertifikasi tanah setelah menjual rumah di atas tanah tersebut. 

Saya sarankan hindari mengakuisisi tanah tersebut karena mengandung 3 resiko besar, yaitu :

1. Broker perizinan sudah pasti minta tambah uang terus utk mempercepat sertifikasi, kalau keuangan Developer tidak kuat bakalan susah. 

2. Menjual rumah di atas kavling yang tidak jelas batasnya (karena belum sertifikat, jadi belum bisa dipecah per kavling), kena dosa gharar (dosa karena mengandung ketidakjelasan tinggi) 

3. Tidak pasti selesai sertifikatnya kapan, berpotensi konsumen marah karena rumahnya tidak bisa segera dibangun sehingga menganggap Developer wanprestasi karena tidak bisa menyerahkan rumah pada tanggal yang diperjanjikan di akad. 

Terancam sanksi pidana 5 tahun atau denda maksimal 2 M sesuai pasal 62 UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Karena itu yang saya sarankan mengakuisisi tanah SHM saja.

11. Beli tanah tanpa survey

Ini kisah lucu. Seorang Ketua Komunitas Developer Property Syariah pernah bercerita di workshop tentang pengalamannya membeli tanah sambil tersenyum tipis. Suatu ketika, ia ditawari broker membeli tanah luas dengan harga murah di Kalimantan dan karena kesibukannya, ia membelinya tanpa survey. Selang beberapa bulan kemudian ketika ada workshop di Kalimantan, ia pun mengunjungi lokasi tanahnya dan kaget, karena disekitar tidak ada rumah tetangganya! Ada seorang ibu yang lewat, dan ia bertanya : "Bu, lokasi ini kapan ramainya?". " Wah yaa, 10 tahun pun belum tentu ramai!" Seru ibunya. Seluruh peserta workshop pun tertawa, termasuk saya. 

Hikmah yang bisa diambil, selalu survey tanah sebelum membeli agar tidak seperti membeli kucing dalam karung. 

12. Dijanjikan database calon konsumen

Seorang pembicara property syariah memperdayai peserta workshopnya dengan menyuruhnya membeli tanah karena sang pembicara memiliki database calon konsumen yang besar. Sang murid percaya dan memberikan bagi hasil lebih besar untuk gurunya. Selang waktu berjalan beberapa bulan, ternyata sang guru tidak mampu mengubah database nya untuk membeli rumah di tanah muridnya. Muridnya kecewa dan menyebar aib gurubya di Grup WA peserta workshop lain sampai gurunya malu dan membubarkan Grup tersebut. 

Jika Anda dijanjikan seseorang yang mengaku memiliki database calon pembeli yang besar, mintalah untuk calon pembelinya menaruh tanda jadi di rekening bersama sebagai bukti kebenaran janjinya. Jika tidak mau, hindari transaksi tidak jelas seperti ini.

13. Kasus take over

Anda akan menjumpai penawaran broker untuk mengtake over proyek mangkrak. Alasannya macem-macem, bisa karena dijual untuk menutup kredit macet Bank, mismanajemen cashflow, bermasalah perizinannya, berkonflik dengan lingkungan dan tawarannya begitu menarik, sehingga siapapun akan tergiur.

Setidaknya inilah yang harus Anda lakukan untuk melanjutkan take over ini.

  • Harus pakai dana cash besar untuk hal tak terduga.
  • Bermasalah perizinannya.
  • Ada utang piutang yang tidak clear dan para pihak cenderung ngotot tidak mau bekerjasama mencari solusi terbaik.
  • Sertifikat dipegang di Bank dan Bank minta pelunasan 100%.

Take over proyek boleh kalau:

  • Bermasalah di penjualannya saja.
  • Developer lama mau menandatangani surat kesepakatan bahwa Developer baru tidak akan dikaitkan dengan masa lalunya dan Developer lama tetap bertanggung jawab menyelesaikan, termasuk tunggakan konsumen lama.
  • Pemilik Tanah mau bekerjasama dengan Developer baru secara hot deal, dibeli kredit minimal 1 tahun atau bagi hasil dari keuntungan proyek.
  • Perizinan proyek tidak masalah, perlu di cek ke petugas mengurus perizinannya. Bisa jadi perizinan tidak bisa dilanjutkan karena pejabat meminta uang ratusan juga, jadi pastikan ini clear tanpa suap.

Untuk kasus take over proyek, resikonya terlalu besar jadi hindari saja jika Anda tidak berpengalaman apalagi Anda bergerak seorang diri.

 

Belajar juga

Artikel

Baca Artikel Lainnya

Thumbnail
7 Tahap Bisnis Syariah Agar Profit Halal dan Berkah

Ingat ya, syariah bukan hanya slogan maupun pemanis jualan. Bukan juga sekadar akad agar jual belinya halal di mata ulama. Dan bukan pula kedok pakaian menutup aurat bagi owner dan karyawan. Syariah a...

Yudha Adhyaksa

31 Jan 2024

Thumbnail
Apakah Bank Syariah Bebas Riba? 

Dilihat dari kulitnya, bank syariah nampak suci, tak terlibat riba maupun sistem keuangan yang dilarang oleh syariat Islam. Namun apakah faktanya demikian? Wallahu a‘lam, Saya belum pernah ke...

Yudha Adhyaksa

30 Jan 2024

Thumbnail
5 Tahap Menghijrahkan Bisnis

Banyak pengusaha muslim yang bingung harus menghijrahkan bisnisnya mulai dari mana. Selama ini masih pakai modal utang bank, skema kredit riba, dan mungkin proses produksinya belum syar’i. Mau l...

Yudha Adhyaksa

27 Jan 2024

Daftar Sekarang

Ilmu Pengusaha Syariah

Terlengkap

Dapatkan semua Kelas baru gratis
dengan berlangganan

Langganan Sekarang Image